JUDUL : GAJAH MADA PERANG BUBAT
PENGARANG : LANGIT KRESNA HARIADI
PENERBIT : TIGA SERANGKAI
TEBAL : 441 HAL
Kisah ini bercerita 20 tahun setelah kisah yang terjadi di buku ketiga ( Gajah Mada Hamukti Palapa) sebagian besar wilayah nusantara telah berhasil disatukan di bawah panji-panji kebesaran Majapahit dan hanya Sunda Galuh satu-satunya wilayah yang belum terkuasai yang membuat Mahapatih Gajah Mada seolah hilang akal.
Hayam Wuruk sang raja Majapahit telah waktunya berumah tangga, sejumlah utusan diutus ke Sunda Galuh untuk meminang sang sekar Kedaton Dyah Pitaloka. Termasuk di dalamnya Gajah Enggon yang membawa perintah dari Gajah Mada. Isinya adalah menanyakan sikap dari kerajaan Sunda Galuh apakah mau bergabung secara baik-baik atau harus dengan kekerasan.
Di sisi lain Pradhabasu memulai petualangan unuk mencari anaknya Sang Prajaka. Karena suatu kesalahpahaman yang terjadi anaknya hilang entah kemana. Sang anak ternyata mengalami hilang ingatan. Dalam petualangannya yang terasa serba aneh Prajaka yang kemudian diberi nama Riung Sadatu oleh seseorang terdampar di tanah Sunda, kerajaan Sunda Galuh. Pradhabasu dengan petunjuk dari seorang anak bergabung dengan rombongan Gajah Enggon.
Dyah Pitaloka ternyata jatuh cinta pada Saniscara. Seorang pelukis yang punya kemampuan sangat hebat. Dengan berat akhirnya Dyah Pitaloka pun harus menerima pinangan dari Hayam Wuruk. Sebuah rencana keji di lakukan oleh pendukung Gajah Mada. terjadi kesalahpahaman antara Majapahit dengan Sunda Galuh. Rombongan pengantin dari Sunda Galuh justru berhadapan dengan kekuatan senjata Majapahit. perang yang lebih layak disebut pembantai terjadi di lapangan Bubat tidak jauh dari Istana kerajaan Majapahit.
Dyah Pitaloka pun akhirnya bunuh diri dengan menggunakan kujangnya. Ternyata saniscara pun hadir untuk meratapi kematian kekasih hatinya itu. dan yang paling mengejutkan Saniscara ternyata adalah....
Buku keempat ini buku yang paling tipis diantara buku-buku lainnya. Entah kenapa aku merasa ada beberapa hal yang agak kurang sreg di hati aku. Walaupun setting cerita itu sebagian ada yang di Sunda galuh namun tidak sedikitpun nuansa sundanya. Mungkin karena latar belakang pengarang yang orang jawa agak masuk logika jika nyaris tidak ada istilah sunda secuil pun di situ. Tapi bukankah KLH senantiasa melakukan kajian mendalam dalam penulisan novelnya ini, rasanya untuk menyuguhkan beberapa idiom sunda dalam tulisanya bukanlah masalah besar buat beliau. Begitupun ending cerita yang aku rasakan agak kurang gregetnya. Walau unsur surprise tentang Prajaka cukup membuatku menggelengkan kepala. Oh iya satu lagi kok ada unsur copy paste antara bab 1 dengan bab menjelang akhir cerita, agak kurang aku mengerti.
But anything makasih buat KLH yang telah menyajikan cerita luar biasa. Ternyata novel jadi-jadian ( bingung nyebutnya apa, karena ada fakta tapi juga berbalut fiksi) membuat aku penasaran sampai akhir cerita. Sampai-sampai buku ini akau lahap hanya satu hari. Kalau ada kata yang kuarang berkenan mohon dimaafkan.
Sampurasun...
Salam,
Raka Putra Pratama